Selasa, 21 Februari 2012

ISLAM VS SEKULER

Debat A. Hassan VS Soekarno seputar Negara, Hukum dan Sekularisme


Sosok ulama seperti Ahmad Hassan atau lebih akrab dengan sebutan A.Hassan mungkin lebih dikenal dalam dunia fiqih. Mungkin juga tidak banyak yang tahu bahwa sosok ulama yang terkenal radikal ini pernah terlibat langsung dalam percaturan pemikiran politik. Metodologi Dakwah yang ditempuh A.Hassan selain memunculkan karya tulis, baik melalui majalah yang dipimpinnya atau sejumlah buku yang sengaja disusunnya untuk topic tertentu. Juga tidak jarang ia pun melakukan dialog terbuka dengan melayani perdebatan dari setiap tokoh yang menghujat pemikirannya. Misalnya, mengadakan debat terbuka dengan sejumlah tokoh Ahmadiyah, NU, Komunis, Nasionalis yang bahkan tidak tanggung-tanggung lawan debatnya yaitu Mantan Presiden Ir. Soekarno, orang nomor satu di Indonesia kala itu.
Kaum Nasionalis seculer adalah mereka yang sangat mengagungkan demokrasi dan HAM, tapi mengapa mereka menjadi anti demokrasi dan HAM untuk Kaum Muslimin?
Dalam sejarah nasional tidak akan ditemukan satu episode tentang perjalanan hidup Soekarno yang pernah dekat dengan A.Hassan. Kalau tidak dengan perlakuannya yang jujur, mungkin kita tidak tahu bahwa Soekarno telah menganggap A.Hassan sebagai gurunya, yang telah memberikan pelajaran berharga pada Soekarno, walaupun pada akhirnya Soekarno tidak dapat membumikan pelajar dari gurunya itu.
Dalam Perdebatannya, salah satunya membicarakan tentang upaya Soekarno yang menghendaki agar Indonesia mengikuti jejak Turki. Tetapi seluruh argumentasinya mendapat bantahan keras dari A.hassan. Dibawah ini merupakan bantahan artikel-artikel Soekarno yang patut dibantah dengan Bahasa yang tidak saya rubah agar kita ikut merasakan pada era itu.

Soekarno (S): ”Apa yang Turki buat dengan apa yang dibuat oleh negeri Barat, yaitu pisahkan agama dari Negara”

Ahmad Hassan (A): “Pemisahan agama dari staat sebgaaimana di Eropa itu, Tuan Soekarno anggap modern dan radikal Tuan Soekarno tidak tahu, bahwa orang Eropa pisahkan agama Kristen dari Staat (UU Negara) itu, tidak lain melainkan lantaran dalam agama Kristen tidak ada cara mengatur pemerintahan. Dari Zaman Nabi Isa sampai sekarang belum terdengar ada satu staat menjalankan hukum agama Kristen, bukan begitu keadaan Islam

(S): “Bahwa kehilangan pengaruh Islam di Turki ialah lantaran di urus oleh pemerintah (sebelum Mustafa kamal). Umat terikat kaki tangannya kepada politik pemerintah yang mengurus agama.
Dimana saja pemerintahannya campur tangan dalam urusan agama, disitu ia jadi penghalang besar tk dapat dienyahkan”

(A): Pengaruh Islam hilang di Turki lantara oleh pemerintah, Ini bisa jadi. Tetapi kita mesti lihat, apakah pemerintah sudah urus dengan secara Islam betul-betul ataukah dengan semau-maunya.
Sepanjang Tarikh memang sudah lama sultan-sultan Turki jadikan Islam sebagai perabot saja, tidak dijalankan Islam urus Islam sebagaimana mestinya.
Ini tidak berarti bahwa agama itu tidak layak dijadikan agama staat, ini tidak berarti bahwa Islam tidak sanggup mengurus dunia.
Kalau satu kerajaan sudah dijadikan Islam sebagaimana hingga ia jadi halangan bagi kemajuan dan hilang pengaruhnya, maka siapakah yang bersalah dalam urusan ini? Kerajaan ataukah agama?
Kalau disatu tempat, kebangsaan orang jadikan perabot buat memecah, maka maukah Tuan Soekarno buang dan singkirkan kebangsaan seperti tersebut?”

(S): “Buat kesuburan di Turki, maka Islam dimerdekakan dari pemeliharaan pemerintah. Buat kesuburan Islam Khilafah dihapuskan. Buat kesuburan Islam komisariat Islam ditutup. Diganti dengan WET Switzerland”

(A): Lihat bagaimana logikanya “otak-otak lumpur”. Satu peraturan yang dijaga dengan senapan dan meriam belum tentu subur. Bagaimana satu agama, satu peraturan bisa subur kalau tidak ada pelindungnya?
Wajib diadakan khalifah buat memelihara Islam, mempertahankan Islam, buat menyuburkan Islam, tetapi dinegeri orang tidak jumud alias “orang-orang berotak lumpur” khalifah itu dibuang, supaya Islam “subur’ dan kantor komisariat syariat juga ditutup untuk kesuburan Islam.
Bagaimana saya berkata “untuk suburnya kebangsaan janganlah ada pemerintah campur tangan didalam hal kebangsaan, karena tidak sedikit orang-orang tipu dengan nama kebangsaan?
Adakah pernah kejadian, menurut sepanjang tarikh bahwa satu peraturan, satu pergerakan, lebih subur kalau tidak dibela, tidak diurus, hanya dilepas saja, hanya terapung-apung, tenggelam-timbul? Saya harap Tuan Soekarno tidak berkecil hati membaca tulisan ini. Saya terpaksa mebela apa yang saya rasa patut dibela, dan patut pula saya membahas tulisan tuan dengan sepantas itu

(S): “Bahwa jadi Wet negeri di Turki diambil Code Switzerland sama sekali buat mengganti Wet Familie (Islam)”

(A): Orang Islam tahu bagaimana hukumnya satu negeri Islam yang tidak dijalankan hukum Allah dan RasulNya didalam perkara dunia dan ibadah. Keadaan yang begini terang fisq-nya, zhulmnya, atau kufurnya, menurut firman Allah”

(S): Quran sama sekali di Turkikan sabagai Bybel di belandakan atau diinggriskan

(A): Saya setuju quran dipindahkan kepada sekalian bahasa dalam dunia, tetapi dengan menghilangkan teksnya yang dengan huruf Arab. Lantaran faham yang kita dapat dari satu bahasa “A” belum tentu kita dapati dari bahasa lain yang disalin dari bahasa “A” itu
Wet belanda ditulis dengan bahasa Belanda. Kalau Wet itu sudah disalin kedalam bahasa melayu, maka di beberapa tempat, faham yang kita dapati dari buku wet dalam bahasa Melayu itu tidak sama dengan yang kita ambil dari buku wet bahasa Belanda. Begitulah sebaliknya. Dan lain-lain; perkara begini mudah, tidak patut lenyap dari Soekarno

(S): Bahwa Turki bukan fanatic agama. Turki belum lama masuk Islam. Dulunya mereka beragama lain. Lantaran itu, tidak heran kalau mereka buang urusan-urusan lama, walaupun mengenai agama atau berlawanan dengan agama.

(A): “saya tidak tahu dari jempol mana Tuan Soekarno isap perkataan Turki tidak fanatic agama” itu bisa jadi. Siapa yang membaca tarikh kerajaan Turki diwaktu damai dan dalam masa perang, niscaya dapat tahu kedustaan omongan tuan Soekarno itu. Dengan kefanatikan agamalah dulunya bangsa Turki terkenal dan dapat kemenangan yang besar dan luas. Tentara-tentaranya diberanikan dengan suntikn agama, Sebelum islam, Turki tidak terkenal sebagai satu bangsa yang terkemuka, sesudah melepaskan agama, menyembah serigala putih, lantas memeluk islam, termasyhurlah mereka.
Bahsa Turki umunya fanatic kepada islam. Hanya kefanatikannya itu ada tingkatnya. Tetapi Turki sebagaimana lain-lain bangsa juga, ada didalamnya intelek-intelek sontoloyo.
Kebetulan intelek-itelek sontoloyo dan kebaratan ini berkuasa, lantas menindas kaum-kaum agama, hingga tidak dapat bergerak.
Kalau sekiranya Tuhan takdirkan Anwar Pasja dapat kemenangan, tentulah Turki di waktu ini jadi pusat persatuan Islam sedunia, dan tidak ada orang yang mengatakan Turki tidak fanatic agama. Orang Barat tidak memusuhi Turki dan hendak hapuskan di dari Eropa, melainkan lantaran fanatic agamanya
Apa boleh buat, dalam perjuangan antara kau Islamji dan Turkji (kebangsaan) menang!

(S): manakala zaman modern memisahkan urusan dunia daripada urusan spiritual maka ia adalah menyelamatkan dunia dari kebencanaan dan ia memberi kepada agama itu satu singgasana yang maha kuat di dalam kalbunya kaum yang percaya”

(A): Tuan Soekarno rupanya belum atau tidak tahu, bahwa bencana dunia yang begini banyak datangnya lantaran neger-negeri tidak diurus menurut agama yang sebenarnya, Kalau dunia diurus secara agama, niscaya selamatlah dunia dari semua bencana.
Dengan memisahkan agama dari negeri higga tidak ada ketua yang berhak menghukum orang-orang yang melanggar perintah agamanya itu, bukan berarti memberi singgasana yang kuat dihati pemeluknya, tetapi bermakna menyediakan liang kubur yang dalam buat agama itu

(S): bahwa hal pemisahan itu, rakyat Turki terima dengan gembira dan besar hati”

(A): “Ini Satu Dusta Besar yang muncul dari Tuan Soekarno. Tuan Soekarno sudah baca 41 buah buku tentang Turki, tetapi rupanya di situ tidak ia bertemu bagaimana tidak senangnya rakyat Turki yang terbanyak kepada hal pemisahan itu!!
Tuan Soekarno mesti baca juga lain-lain buku yang menyalin teriakan rakyat Turki dari perbuatan-perbuatan mulhidin-mulhidin itu.
Di akhir bantahannya ini A.Hassan mengajukan sebuah buku yang mungkin belum ditelaah Soekarno Yakni “Grey Golf: An Intimate Study of a Dictator by H.C Armstrong” Terhadap buku tersebut A.Hassan memberikan catatan ringkas sebagai berikut
“Didalam buku diterangkan tarikh Mustafa kamal dari kecil sampai jadi dictator turki. Di situ diceritakan kepandaian dan keberaniannya dalam urusan perang dengan sepenuh-penuhnya. Diterangkan pula Keras kepalanya dan maksudnya membuang raja dan agama, yang sudah ada padanya selagi ia muda.
Di sebut hal kesukaanya kepada minuma keras dan berjudi, hingga masa ia jadi dictator. Diriwayatkan kegemarannya pada perempuan-perempuan bibir merah, untuk memuaskan nafsunya semata-mata
Dikisahkan bagaimana ia ambil perempuan, buang perempuan dengan jalan tidak halal, hingga seorang perempuan yang bernama Fikriah mati bunuh diri lantaran malu dan makan hati.
Ditarikhkan bagaimana ia mengusir dan membunuh teman-temannya yang sama-sama dapatkan kemenangan, tidak lain lantaran mengadakan oposisi dan tidak mau menjadikan ia dictator
Apa yang saya sebut hanya sedikit dari orang banyak. Orang yang begitu sifatnya hendak dijadikan tauladan oleh Tuan Soekarno, yang dibuntuti oleh Tuan Abdurrahman Baswedan, Hingga membikin artikel panjang lebar memuji-muji Turki” (A.Hassan, Islam dan kebangsaan:131-132)

http://segarkaniman.wordpress.com/2011/07/03/debat-a-hassan-vs-soekarno/

1 komentar:

  1. Adakah konsep Khilafah dalam Khazanah Islam?
    https://bogotabb.blogspot.co.id/

    BalasHapus