Debat
A. Hassan VS Soekarno seputar Negara, Hukum dan Sekularisme
Sosok ulama seperti Ahmad Hassan atau lebih akrab dengan sebutan A.Hassan mungkin lebih dikenal dalam dunia fiqih. Mungkin juga tidak banyak yang tahu bahwa sosok ulama yang terkenal radikal ini pernah terlibat langsung dalam percaturan pemikiran politik. Metodologi Dakwah yang ditempuh A.Hassan selain memunculkan karya tulis, baik melalui majalah yang dipimpinnya atau sejumlah buku yang sengaja disusunnya untuk topic tertentu. Juga tidak jarang ia pun melakukan dialog terbuka dengan melayani perdebatan dari setiap tokoh yang menghujat pemikirannya. Misalnya, mengadakan debat terbuka dengan sejumlah tokoh Ahmadiyah, NU, Komunis, Nasionalis yang bahkan tidak tanggung-tanggung lawan debatnya yaitu Mantan Presiden Ir. Soekarno, orang nomor satu di Indonesia kala itu.
Kaum Nasionalis
seculer adalah mereka yang sangat mengagungkan demokrasi dan HAM, tapi mengapa
mereka menjadi anti demokrasi dan HAM untuk Kaum Muslimin?
Dalam sejarah
nasional tidak akan ditemukan satu episode tentang perjalanan hidup Soekarno
yang pernah dekat dengan A.Hassan. Kalau tidak dengan perlakuannya yang jujur,
mungkin kita tidak tahu bahwa Soekarno telah menganggap A.Hassan sebagai
gurunya, yang telah memberikan pelajaran berharga pada Soekarno, walaupun pada
akhirnya Soekarno tidak dapat membumikan pelajar dari gurunya itu.
Dalam
Perdebatannya, salah satunya membicarakan tentang upaya Soekarno yang
menghendaki agar Indonesia mengikuti jejak Turki. Tetapi seluruh argumentasinya
mendapat bantahan keras dari A.hassan. Dibawah ini merupakan bantahan
artikel-artikel Soekarno yang patut dibantah dengan Bahasa yang tidak saya
rubah agar kita ikut merasakan pada era itu.
Soekarno (S): ”Apa
yang Turki buat dengan apa yang dibuat oleh negeri Barat, yaitu pisahkan agama
dari Negara”
Ahmad Hassan (A):
“Pemisahan agama dari staat sebgaaimana di Eropa itu, Tuan Soekarno anggap
modern dan radikal Tuan Soekarno tidak tahu, bahwa orang Eropa pisahkan agama
Kristen dari Staat (UU Negara) itu, tidak lain melainkan lantaran dalam agama
Kristen tidak ada cara mengatur pemerintahan. Dari Zaman Nabi Isa sampai
sekarang belum terdengar ada satu staat menjalankan hukum agama Kristen, bukan
begitu keadaan Islam
(S): “Bahwa
kehilangan pengaruh Islam di Turki ialah lantaran di urus oleh pemerintah
(sebelum Mustafa kamal). Umat terikat kaki tangannya kepada politik pemerintah
yang mengurus agama.
Dimana saja
pemerintahannya campur tangan dalam urusan agama, disitu ia jadi penghalang
besar tk dapat dienyahkan”
(A): Pengaruh
Islam hilang di Turki lantara oleh pemerintah, Ini bisa jadi. Tetapi kita mesti
lihat, apakah pemerintah sudah urus dengan secara Islam betul-betul ataukah
dengan semau-maunya.
Sepanjang Tarikh
memang sudah lama sultan-sultan Turki jadikan Islam sebagai perabot saja, tidak
dijalankan Islam urus Islam sebagaimana mestinya.
Ini tidak berarti
bahwa agama itu tidak layak dijadikan agama staat, ini tidak berarti bahwa
Islam tidak sanggup mengurus dunia.
Kalau satu
kerajaan sudah dijadikan Islam sebagaimana hingga ia jadi halangan bagi
kemajuan dan hilang pengaruhnya, maka siapakah yang bersalah dalam urusan ini?
Kerajaan ataukah agama?
Kalau disatu
tempat, kebangsaan orang jadikan perabot buat memecah, maka maukah Tuan
Soekarno buang dan singkirkan kebangsaan seperti tersebut?”
(S): “Buat
kesuburan di Turki, maka Islam dimerdekakan dari pemeliharaan pemerintah. Buat
kesuburan Islam Khilafah dihapuskan. Buat kesuburan Islam komisariat Islam
ditutup. Diganti dengan WET Switzerland”
(A): Lihat
bagaimana logikanya “otak-otak lumpur”. Satu peraturan yang dijaga dengan
senapan dan meriam belum tentu subur. Bagaimana satu agama, satu peraturan bisa
subur kalau tidak ada pelindungnya?
Wajib diadakan
khalifah buat memelihara Islam, mempertahankan Islam, buat menyuburkan Islam,
tetapi dinegeri orang tidak jumud alias “orang-orang berotak lumpur” khalifah
itu dibuang, supaya Islam “subur’ dan kantor komisariat syariat juga ditutup
untuk kesuburan Islam.
Bagaimana saya
berkata “untuk suburnya kebangsaan janganlah ada pemerintah campur tangan
didalam hal kebangsaan, karena tidak sedikit orang-orang tipu dengan nama
kebangsaan?
Adakah pernah
kejadian, menurut sepanjang tarikh bahwa satu peraturan, satu pergerakan, lebih
subur kalau tidak dibela, tidak diurus, hanya dilepas saja, hanya
terapung-apung, tenggelam-timbul? Saya harap Tuan Soekarno tidak berkecil hati
membaca tulisan ini. Saya terpaksa mebela apa yang saya rasa patut dibela, dan
patut pula saya membahas tulisan tuan dengan sepantas itu
(S): “Bahwa jadi
Wet negeri di Turki diambil Code Switzerland sama sekali buat mengganti Wet
Familie (Islam)”
(A): Orang Islam
tahu bagaimana hukumnya satu negeri Islam yang tidak dijalankan hukum Allah dan
RasulNya didalam perkara dunia dan ibadah. Keadaan yang begini terang fisq-nya,
zhulmnya, atau kufurnya, menurut firman Allah”
(S): Quran sama
sekali di Turkikan sabagai Bybel di belandakan atau diinggriskan
(A): Saya setuju
quran dipindahkan kepada sekalian bahasa dalam dunia, tetapi dengan
menghilangkan teksnya yang dengan huruf Arab. Lantaran faham yang kita dapat
dari satu bahasa “A” belum tentu kita dapati dari bahasa lain yang disalin dari
bahasa “A” itu
Wet belanda
ditulis dengan bahasa Belanda. Kalau Wet itu sudah disalin kedalam bahasa
melayu, maka di beberapa tempat, faham yang kita dapati dari buku wet dalam
bahasa Melayu itu tidak sama dengan yang kita ambil dari buku wet bahasa
Belanda. Begitulah sebaliknya. Dan lain-lain; perkara begini mudah, tidak patut
lenyap dari Soekarno
(S): Bahwa Turki
bukan fanatic agama. Turki belum lama masuk Islam. Dulunya mereka beragama
lain. Lantaran itu, tidak heran kalau mereka buang urusan-urusan lama, walaupun
mengenai agama atau berlawanan dengan agama.
(A): “saya tidak
tahu dari jempol mana Tuan Soekarno isap perkataan Turki tidak fanatic agama”
itu bisa jadi. Siapa yang membaca tarikh kerajaan Turki diwaktu damai dan dalam
masa perang, niscaya dapat tahu kedustaan omongan tuan Soekarno itu. Dengan
kefanatikan agamalah dulunya bangsa Turki terkenal dan dapat kemenangan yang
besar dan luas. Tentara-tentaranya diberanikan dengan suntikn agama, Sebelum
islam, Turki tidak terkenal sebagai satu bangsa yang terkemuka, sesudah
melepaskan agama, menyembah serigala putih, lantas memeluk islam, termasyhurlah
mereka.
Bahsa Turki umunya
fanatic kepada islam. Hanya kefanatikannya itu ada tingkatnya. Tetapi Turki
sebagaimana lain-lain bangsa juga, ada didalamnya intelek-intelek sontoloyo.
Kebetulan
intelek-itelek sontoloyo dan kebaratan ini berkuasa, lantas menindas kaum-kaum
agama, hingga tidak dapat bergerak.
Kalau sekiranya
Tuhan takdirkan Anwar Pasja dapat kemenangan, tentulah Turki di waktu ini jadi
pusat persatuan Islam sedunia, dan tidak ada orang yang mengatakan Turki tidak
fanatic agama. Orang Barat tidak memusuhi Turki dan hendak hapuskan di dari
Eropa, melainkan lantaran fanatic agamanya
Apa boleh buat,
dalam perjuangan antara kau Islamji dan Turkji (kebangsaan) menang!
(S): manakala zaman
modern memisahkan urusan dunia daripada urusan spiritual maka ia adalah
menyelamatkan dunia dari kebencanaan dan ia memberi kepada agama itu satu
singgasana yang maha kuat di dalam kalbunya kaum yang percaya”
(A): Tuan Soekarno
rupanya belum atau tidak tahu, bahwa bencana dunia yang begini banyak datangnya
lantaran neger-negeri tidak diurus menurut agama yang sebenarnya, Kalau dunia
diurus secara agama, niscaya selamatlah dunia dari semua bencana.
Dengan memisahkan
agama dari negeri higga tidak ada ketua yang berhak menghukum orang-orang yang
melanggar perintah agamanya itu, bukan berarti memberi singgasana yang kuat
dihati pemeluknya, tetapi bermakna menyediakan liang kubur yang dalam buat
agama itu
(S): bahwa hal
pemisahan itu, rakyat Turki terima dengan gembira dan besar hati”
(A): “Ini Satu
Dusta Besar yang muncul dari Tuan Soekarno. Tuan Soekarno sudah baca 41 buah
buku tentang Turki, tetapi rupanya di situ tidak ia bertemu bagaimana tidak
senangnya rakyat Turki yang terbanyak kepada hal pemisahan itu!!
Tuan Soekarno
mesti baca juga lain-lain buku yang menyalin teriakan rakyat Turki dari
perbuatan-perbuatan mulhidin-mulhidin itu.
Di akhir
bantahannya ini A.Hassan mengajukan sebuah buku yang mungkin belum ditelaah
Soekarno Yakni “Grey Golf: An Intimate Study of a Dictator by H.C Armstrong”
Terhadap buku tersebut A.Hassan memberikan catatan ringkas sebagai berikut
“Didalam buku
diterangkan tarikh Mustafa kamal dari kecil sampai jadi dictator turki. Di situ
diceritakan kepandaian dan keberaniannya dalam urusan perang dengan
sepenuh-penuhnya. Diterangkan pula Keras kepalanya dan maksudnya membuang raja
dan agama, yang sudah ada padanya selagi ia muda.
Di sebut hal
kesukaanya kepada minuma keras dan berjudi, hingga masa ia jadi dictator.
Diriwayatkan kegemarannya pada perempuan-perempuan bibir merah, untuk memuaskan
nafsunya semata-mata
Dikisahkan
bagaimana ia ambil perempuan, buang perempuan dengan jalan tidak halal, hingga
seorang perempuan yang bernama Fikriah mati bunuh diri lantaran malu dan makan hati.
Ditarikhkan
bagaimana ia mengusir dan membunuh teman-temannya yang sama-sama dapatkan
kemenangan, tidak lain lantaran mengadakan oposisi dan tidak mau menjadikan ia
dictator
Apa yang saya
sebut hanya sedikit dari orang banyak. Orang yang begitu sifatnya hendak
dijadikan tauladan oleh Tuan Soekarno, yang dibuntuti oleh Tuan Abdurrahman
Baswedan, Hingga membikin artikel panjang lebar memuji-muji Turki” (A.Hassan,
Islam dan kebangsaan:131-132)
http://segarkaniman.wordpress.com/2011/07/03/debat-a-hassan-vs-soekarno/
Adakah konsep Khilafah dalam Khazanah Islam?
BalasHapushttps://bogotabb.blogspot.co.id/