Jumat, 17 Agustus 2012

Idul Fitri (Back to Fitroh)


 
Ya Allah,
Dihari yang fitri ini
Sucikanlah jiwa-jiwa kami
sesuci bayi yang baru lahir

Puncak prosesi ibadah puasa Romadhan sebulan penuh adalah IDUL FITRI, back to fitroh, kembali ke fitroh. Kembali ke fitroh artinya kembali suci bersih tanpa dosa bagai bayi yang baru lahir. 
Idul fitri, sebagai puncak bahkan target puasa Romadhon sebulan full, tentu bukanlah sekedar seremonial hambar tanpa makna, tetapi pasti memiliki makna yang sangat fundamental sehingga membawa dampak perubahan luar biasa yang mengefek terhadap jiwa setiap insan mukmin yang berpuasa. Tetapi kelihatannya idul fitri, peristiwa hari raya yang sangat luar biasa itu nggak terlalu ngefek terhadap perubahan diri kecuali hanya sekedar perasaan puas telah mencapai puncak perjuangan  bebas dari dosa, setelah itu back to fitroh (?) kembali ke watak dan perilaku semula, kembali ke dosa dan maksiat untuk dicuci di idul fitri selanjutnya. Ternyata setelah idul fitri perilaku kita kembali ke asalnya. Seperti idul fitrinya ular, setelah puasa dan nglungsungi hanya memperbaharui baju (kulit) saja sedangkan watak dan perilaku tidak berubah sama sekali.  
Kenapa bisa terjadi demikian? Ini tentu miss makna, nggak nyambung maksud dan tujuannya. Karena kita selama ini memaknai fitroh hanya efek luar saja, bersih dari dosa bagai bayi yang baru lahir. Tetapi bukan suci di tempat sumber dosa itu, yaitu jiwa. Idul fitri mestinya adalah suci jiwa, suci hati, yang membawa dampak kepada suci iman, suci pengabdian, suci pikiran, suci prasangka, sehingga karenanya kita dapat memandang kebaikan dalam segala hal, dan dapat merasakan kasih sayang Allah dalam segala keadaaan.
Idul FITRI artinya kembali ke FITRAH. Sekali lagi kembali ke FITRAH.
Kita mesti garis bawahi kata FITRAH. Apa sesungguhnya maknanya, karena inilah sesungguhnya tujuan utamanya. Fitrah adalah kondisi jiwa munusia sebelum hingga dilahirkan di dunia, modal dasar pelaksana khalifah Allah di muka bumi. Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanya-lah (ABAWAIHI) yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi”.  (HR. Bukhari Muslim)
Fitroh adalah suci bersih. Bukan suci bersih dari dosa saja, tapi yang lebih utama adalah suci bersih jiwanya, gres energy robbaniyah, yaitu kecerdasan berbasis logika murni ketuhanan, dan belum terkontaminasi virus ABAWAIHI yaitu energy manusiawi (kecerdasan yang berbasis logika manusia).  
Untuk melihat seperti apa keadaan jiwa fitrah kita yang sesungguhnya, kita harus set back ke belakang, memasuki fase ketika kita di alam rahim, tatkala jiwa kita yang fitri masih dapat berdialog langsung dengan Allah Sang Maha Pencipta,  sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 172-173 sebagai berikut:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua Kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang Kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka Apakah Engkau akan membinasakan Kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?"
Betapa luar biasanya jiwa kita yang fitri, begitu mantap tanpa ragu melafalkan kata penuh makna, penuh jiwa, penuh energy di hadapan Allah Sang Pencipta. Inilah rahasia makna fitrah sesungguhnya, terselip dibalik makna kata:
“Alastu Birabbikum, Qooluu Balaa Syahidnaa”.
Dan kalau kita tadabburi, default fitrah kita dari sononya sejatinya hanya mengenal satu kata: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha) dalam menghandle setiap peristiwa rububiyah Allah: Alastu birabbikum”. Jiwa fitri kita tidak mengenal kata "Laa, (tidak)!" dalam menghandle peristiwa Rububiyah Allah.  Kata "tidak" dalam menghandle peristiwa rububiyah Allah adalah pembajakan setan yang diperankan oleh ABAWAIHI yang dimasukkan kedalam jiwa kita, ketika kita LUPA. Sekali lagi, default jiwa fitri kita hanya mengenal kata “Qooluu balaa syahidnaa” dalam menghandle setiap peristiwa rububiyah-Nya.   
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb Pemilik dan Pengatur semesta alam!”
Default fitri kita merespon: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah)  adalah Rabb Pencipta kamu sesuai mau-Ku!
Default fitri kita merespon:“Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha). 
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb, sesembahan yang tidak boleh kamu sekutukan dengan apapun dalam hidupmu!
Default fitri kita merespon: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha). 
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb mengirim kami ke dunia untuk menjadi khalifah-Ku dan untuk  mengumpulkan koin amal saleh guna pertemuan dengan-Ku di hari Kiamat!
Default fitri kita merespon: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb penentu rizki kepadamu!
Default fitri kita merespon: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb penentu umurmu!
“Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb Penguji kamu dengan kebaikan dan keburukan!
Default fitri kita merespon: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Dan lain sebagainya.
Inilah fitrah kita yang sesungguhnya.
Idul fitri, back to fitroh, kembali ke fitroh berarti terinstallnya kembali driver “Qooluu balaa syahidnaa” dalam jiwa kita yang akan berfungsi sebagai handling setiap peristiwa rububiyah-Nya dalam kehidupan nyata.
Apa jadinya jika “Qooluu balaa syahidnaa” telah terinstall dalam jiwa kita dan menjadi handle kita dalam menangkap setiap peristiwa?
Semuanya akan baik, semuanya akan indah. Semuanya akan mudah. Semuanya akan berkah. Semuanya akan bahagia. Karena energy kita telah selaras dengan energy Rabbul Izzati, sumber segala energy.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.  sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Fushilat: 30-32)
Jadi Idul fitri sesungguhnya adalah starting point perubahan jiwa, kembali fullnya energi Rabbaniyah dalam diri kita bagai baterai selesai dicharging (cas), yang akan berfungsi sebagai tenaga utama selama setahun berikutnya dalam melaksanakan fungsi khalifah Allah di muka bumi. Jadi idul fitri adalah perbaruan energi fitroh (iman) dalam jiwa kita setelah selama sebulan full direstorasi.
“Idul fitri bukanlah dengan baju baru, tetapi dengan iman yang baru”.
Selamat 'Idul Fitri, back to Fitroh! energy fitrah kita telah pulih kembali, kita siap menjalankan fungsi. (AI)

1 komentar:

  1. Yth, Ujung Zaman,

    mohon dengan sangat dapat discan tafsir ibnu katsir edisi ringkasan jilid 1 dan 2.

    terima kasih

    BalasHapus