Ya Allah,
Dihari yang fitri ini
Sucikanlah jiwa-jiwa kami
sesuci bayi yang baru lahir
Dihari yang fitri ini
Sucikanlah jiwa-jiwa kami
sesuci bayi yang baru lahir
Puncak prosesi ibadah
puasa Romadhan sebulan penuh adalah IDUL FITRI, back to fitroh, kembali ke
fitroh. Kembali ke fitroh artinya kembali suci bersih tanpa dosa bagai bayi
yang baru lahir.
Idul fitri, sebagai
puncak bahkan target puasa Romadhon sebulan full, tentu bukanlah sekedar
seremonial hambar tanpa makna, tetapi pasti memiliki makna yang sangat
fundamental sehingga membawa dampak perubahan luar biasa yang mengefek terhadap
jiwa setiap insan mukmin yang berpuasa. Tetapi kelihatannya idul fitri,
peristiwa hari raya yang sangat luar biasa itu nggak terlalu ngefek terhadap
perubahan diri kecuali hanya sekedar perasaan puas telah mencapai puncak
perjuangan bebas dari dosa, setelah itu
back to fitroh (?) kembali ke watak dan perilaku semula, kembali ke dosa dan
maksiat untuk dicuci di idul fitri selanjutnya. Ternyata setelah idul fitri
perilaku kita kembali ke asalnya. Seperti idul fitrinya ular, setelah puasa dan
nglungsungi hanya memperbaharui baju (kulit) saja sedangkan watak dan perilaku
tidak berubah sama sekali.
Kenapa bisa terjadi
demikian? Ini tentu miss makna, nggak nyambung maksud dan tujuannya. Karena kita
selama ini memaknai fitroh hanya efek luar saja, bersih dari dosa bagai bayi
yang baru lahir. Tetapi bukan suci di tempat sumber dosa itu, yaitu jiwa. Idul
fitri mestinya adalah suci jiwa, suci hati, yang membawa dampak kepada suci
iman, suci pengabdian, suci pikiran, suci prasangka, sehingga karenanya kita dapat
memandang kebaikan dalam segala hal, dan dapat merasakan kasih sayang Allah
dalam segala keadaaan.
Idul FITRI artinya
kembali ke FITRAH. Sekali lagi kembali ke FITRAH.
Kita mesti garis bawahi
kata FITRAH. Apa sesungguhnya maknanya, karena inilah sesungguhnya
tujuan utamanya. Fitrah adalah kondisi jiwa munusia sebelum hingga dilahirkan
di dunia, modal dasar pelaksana khalifah Allah di muka bumi. Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap manusia dilahirkan dalam
keadaan fitrah, maka orang tuanya-lah (ABAWAIHI) yang menjadikan dia Yahudi,
Nasrani atau Majusi”. (HR. Bukhari Muslim)
Fitroh adalah suci
bersih. Bukan suci bersih dari dosa saja, tapi yang lebih utama adalah suci
bersih jiwanya, gres energy robbaniyah, yaitu kecerdasan berbasis logika murni
ketuhanan, dan belum terkontaminasi virus ABAWAIHI yaitu energy manusiawi
(kecerdasan yang berbasis logika manusia).
Untuk melihat seperti
apa keadaan jiwa fitrah kita yang sesungguhnya, kita harus set back ke
belakang, memasuki fase ketika kita di alam rahim, tatkala jiwa kita yang fitri
masih dapat berdialog langsung dengan Allah Sang Maha Pencipta, sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran Surat
Al-A’raf ayat 172-173 sebagai berikut:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?"
mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi".
(kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)", atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
orang-orang tua Kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang Kami ini
adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka Apakah Engkau
akan membinasakan Kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?"
Betapa luar biasanya
jiwa kita yang fitri, begitu mantap tanpa ragu melafalkan kata penuh makna,
penuh jiwa, penuh energy di hadapan Allah Sang Pencipta. Inilah rahasia makna fitrah
sesungguhnya, terselip dibalik makna kata:
“Alastu Birabbikum, Qooluu Balaa Syahidnaa”.
Dan kalau kita
tadabburi, default fitrah kita dari sononya sejatinya hanya mengenal satu kata:
“Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya
menerima dengan penuh ridha) dalam menghandle setiap peristiwa rububiyah
Allah: Alastu birabbikum”. Jiwa fitri kita tidak mengenal kata
"Laa, (tidak)!" dalam menghandle peristiwa Rububiyah Allah. Kata "tidak" dalam menghandle
peristiwa rububiyah Allah adalah pembajakan setan yang diperankan oleh ABAWAIHI
yang dimasukkan kedalam jiwa kita, ketika kita LUPA. Sekali lagi, default jiwa
fitri kita hanya mengenal kata “Qooluu balaa syahidnaa” dalam menghandle
setiap peristiwa rububiyah-Nya.
Ketika Allah SWT
mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb Pemilik dan Pengatur
semesta alam!”
Default fitri kita merespon: “Qooluu
balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima
dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT
mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah)
adalah Rabb Pencipta kamu sesuai mau-Ku!
Default fitri kita merespon:“Qooluu
balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima
dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT
mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb, sesembahan yang tidak
boleh kamu sekutukan dengan apapun dalam hidupmu!
Default fitri kita merespon: “Qooluu
balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima
dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT
mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb mengirim kami ke dunia
untuk menjadi khalifah-Ku dan untuk
mengumpulkan koin amal saleh guna pertemuan dengan-Ku di hari Kiamat!
Default fitri kita merespon: “Qooluu
balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima
dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT
mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb penentu rizki
kepadamu!
Default fitri kita merespon: “Qooluu
balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima
dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT
mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb penentu umurmu!
“Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya
bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT
mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb Penguji kamu dengan
kebaikan dan keburukan!
Default fitri kita merespon: “Qooluu
balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima
dengan penuh ridha).
Dan lain sebagainya.
Inilah fitrah kita yang
sesungguhnya.
Idul fitri, back to
fitroh, kembali ke fitroh berarti terinstallnya kembali driver “Qooluu balaa
syahidnaa” dalam jiwa kita yang akan berfungsi sebagai handling setiap
peristiwa rububiyah-Nya dalam kehidupan nyata.
Apa jadinya jika “Qooluu
balaa syahidnaa” telah terinstall dalam jiwa kita dan menjadi handle kita dalam
menangkap setiap peristiwa?
Semuanya akan baik, semuanya
akan indah. Semuanya akan mudah. Semuanya akan berkah. Semuanya akan bahagia.
Karena energy kita telah selaras dengan energy Rabbul Izzati, sumber segala
energy.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan
Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka
Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut
dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah
dijanjikan Allah kepadamu". kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan
dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan
memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Fushilat: 30-32)
Jadi Idul fitri
sesungguhnya adalah starting point perubahan jiwa, kembali fullnya energi
Rabbaniyah dalam diri kita bagai baterai selesai dicharging (cas), yang akan
berfungsi sebagai tenaga utama selama setahun berikutnya dalam melaksanakan
fungsi khalifah Allah di muka bumi. Jadi idul fitri adalah perbaruan energi
fitroh (iman) dalam jiwa kita setelah selama sebulan full direstorasi.
“Idul fitri bukanlah dengan baju baru, tetapi
dengan iman yang baru”.
Selamat 'Idul Fitri,
back to Fitroh! energy fitrah kita telah pulih kembali, kita
siap menjalankan fungsi. (AI)