Jumat, 17 Agustus 2012

Idul Fitri (Back to Fitroh)


 
Ya Allah,
Dihari yang fitri ini
Sucikanlah jiwa-jiwa kami
sesuci bayi yang baru lahir

Puncak prosesi ibadah puasa Romadhan sebulan penuh adalah IDUL FITRI, back to fitroh, kembali ke fitroh. Kembali ke fitroh artinya kembali suci bersih tanpa dosa bagai bayi yang baru lahir. 
Idul fitri, sebagai puncak bahkan target puasa Romadhon sebulan full, tentu bukanlah sekedar seremonial hambar tanpa makna, tetapi pasti memiliki makna yang sangat fundamental sehingga membawa dampak perubahan luar biasa yang mengefek terhadap jiwa setiap insan mukmin yang berpuasa. Tetapi kelihatannya idul fitri, peristiwa hari raya yang sangat luar biasa itu nggak terlalu ngefek terhadap perubahan diri kecuali hanya sekedar perasaan puas telah mencapai puncak perjuangan  bebas dari dosa, setelah itu back to fitroh (?) kembali ke watak dan perilaku semula, kembali ke dosa dan maksiat untuk dicuci di idul fitri selanjutnya. Ternyata setelah idul fitri perilaku kita kembali ke asalnya. Seperti idul fitrinya ular, setelah puasa dan nglungsungi hanya memperbaharui baju (kulit) saja sedangkan watak dan perilaku tidak berubah sama sekali.  
Kenapa bisa terjadi demikian? Ini tentu miss makna, nggak nyambung maksud dan tujuannya. Karena kita selama ini memaknai fitroh hanya efek luar saja, bersih dari dosa bagai bayi yang baru lahir. Tetapi bukan suci di tempat sumber dosa itu, yaitu jiwa. Idul fitri mestinya adalah suci jiwa, suci hati, yang membawa dampak kepada suci iman, suci pengabdian, suci pikiran, suci prasangka, sehingga karenanya kita dapat memandang kebaikan dalam segala hal, dan dapat merasakan kasih sayang Allah dalam segala keadaaan.
Idul FITRI artinya kembali ke FITRAH. Sekali lagi kembali ke FITRAH.
Kita mesti garis bawahi kata FITRAH. Apa sesungguhnya maknanya, karena inilah sesungguhnya tujuan utamanya. Fitrah adalah kondisi jiwa munusia sebelum hingga dilahirkan di dunia, modal dasar pelaksana khalifah Allah di muka bumi. Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanya-lah (ABAWAIHI) yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi”.  (HR. Bukhari Muslim)
Fitroh adalah suci bersih. Bukan suci bersih dari dosa saja, tapi yang lebih utama adalah suci bersih jiwanya, gres energy robbaniyah, yaitu kecerdasan berbasis logika murni ketuhanan, dan belum terkontaminasi virus ABAWAIHI yaitu energy manusiawi (kecerdasan yang berbasis logika manusia).  
Untuk melihat seperti apa keadaan jiwa fitrah kita yang sesungguhnya, kita harus set back ke belakang, memasuki fase ketika kita di alam rahim, tatkala jiwa kita yang fitri masih dapat berdialog langsung dengan Allah Sang Maha Pencipta,  sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 172-173 sebagai berikut:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua Kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang Kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka Apakah Engkau akan membinasakan Kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?"
Betapa luar biasanya jiwa kita yang fitri, begitu mantap tanpa ragu melafalkan kata penuh makna, penuh jiwa, penuh energy di hadapan Allah Sang Pencipta. Inilah rahasia makna fitrah sesungguhnya, terselip dibalik makna kata:
“Alastu Birabbikum, Qooluu Balaa Syahidnaa”.
Dan kalau kita tadabburi, default fitrah kita dari sononya sejatinya hanya mengenal satu kata: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha) dalam menghandle setiap peristiwa rububiyah Allah: Alastu birabbikum”. Jiwa fitri kita tidak mengenal kata "Laa, (tidak)!" dalam menghandle peristiwa Rububiyah Allah.  Kata "tidak" dalam menghandle peristiwa rububiyah Allah adalah pembajakan setan yang diperankan oleh ABAWAIHI yang dimasukkan kedalam jiwa kita, ketika kita LUPA. Sekali lagi, default jiwa fitri kita hanya mengenal kata “Qooluu balaa syahidnaa” dalam menghandle setiap peristiwa rububiyah-Nya.   
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb Pemilik dan Pengatur semesta alam!”
Default fitri kita merespon: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah)  adalah Rabb Pencipta kamu sesuai mau-Ku!
Default fitri kita merespon:“Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha). 
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb, sesembahan yang tidak boleh kamu sekutukan dengan apapun dalam hidupmu!
Default fitri kita merespon: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha). 
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb mengirim kami ke dunia untuk menjadi khalifah-Ku dan untuk  mengumpulkan koin amal saleh guna pertemuan dengan-Ku di hari Kiamat!
Default fitri kita merespon: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb penentu rizki kepadamu!
Default fitri kita merespon: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb penentu umurmu!
“Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Ketika Allah SWT mengungkapkan Rububiyah-Nya:
“Aku (Allah) adalah Rabb Penguji kamu dengan kebaikan dan keburukan!
Default fitri kita merespon: “Qooluu balaa syahidnaa” (betul ya Allah, Saya bersaksi, saya memahami, saya menerima dengan penuh ridha).
Dan lain sebagainya.
Inilah fitrah kita yang sesungguhnya.
Idul fitri, back to fitroh, kembali ke fitroh berarti terinstallnya kembali driver “Qooluu balaa syahidnaa” dalam jiwa kita yang akan berfungsi sebagai handling setiap peristiwa rububiyah-Nya dalam kehidupan nyata.
Apa jadinya jika “Qooluu balaa syahidnaa” telah terinstall dalam jiwa kita dan menjadi handle kita dalam menangkap setiap peristiwa?
Semuanya akan baik, semuanya akan indah. Semuanya akan mudah. Semuanya akan berkah. Semuanya akan bahagia. Karena energy kita telah selaras dengan energy Rabbul Izzati, sumber segala energy.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.  sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Fushilat: 30-32)
Jadi Idul fitri sesungguhnya adalah starting point perubahan jiwa, kembali fullnya energi Rabbaniyah dalam diri kita bagai baterai selesai dicharging (cas), yang akan berfungsi sebagai tenaga utama selama setahun berikutnya dalam melaksanakan fungsi khalifah Allah di muka bumi. Jadi idul fitri adalah perbaruan energi fitroh (iman) dalam jiwa kita setelah selama sebulan full direstorasi.
“Idul fitri bukanlah dengan baju baru, tetapi dengan iman yang baru”.
Selamat 'Idul Fitri, back to Fitroh! energy fitrah kita telah pulih kembali, kita siap menjalankan fungsi. (AI)

Rabu, 08 Agustus 2012

PUASA DAN PERUT NERAKA JAHANNAM



Ibadah puasa Ramadhan yang sejatinya dijadikan oleh Allah sebagai madrasah penggemblengan untuk orang-orang beriman menjadi manusia muttaqin, di era materialisme membelenggu hati manusia seperti sekarang ini, telah bergeser makna menjadi sekedar pemindahkan jadwal makan dari siang hari ke malam hari. Ibadah puasa yang semestinya biasa memperkecil urat nafsu, justru di bulan puasa ini atas nama ibadah mendapat penggandaan, nafsu berganda, yang tadinya makan hanya sekedar sepiring, sekarang dua atau tiga piring. Sehingga yang semestinya puasa dapat mengurangi komsumsi, yang terjadi justru sekaliknya, pelipat gandaan konsumsi. Karena kebutuhan nafsu berganda maka aksi nafsu untuk berbuat jahatpun berganda, maka yang terjadi orang puasa tapi koruspinya justru meningkat. Orang berpuasa maksiatnya justru meningkat, dan seterusnya. Padahal sudah jelas puasa lapar haus tanpa megendalikan nafsu itu tiada artinya.
Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ اَلزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya serta berlaku bodoh, maka tidak ada keperluan bagi Allah untuk meninggalkan makanan dan minumannya." Riwayat Bukhari dan Abu Dawud.
Target Pelatihan puasa Romadhan sejatinya adalah untuk menutup rapat-rapat pintu neraka jahannam, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW:
إِذا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجنَّةِ  وغُلِّقَت أَبْوَابُ النَّارِ وصُفِّدتِ الشياطِينُ
"Apabila bulan Ramadhan telah datang, maka dibukalah pintu-pintu syurga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan diikatlah semua syaitan." (Muttafaq 'alaih) 
Dalam kitab Riyadhus Shalihin terjemah Bay Arifin, hadits ini diberi catatan:
“TERBUKANYA PINTU SURGA DAN TERTUTUPNYA PINTU PINTU NERAKA DAN TERBELENGGUNYA SETAN ITU SEMUA ISYARAT DARI TERKENDALINYA HAWA NAFSU YANG MENDAPAT LATIHAN IBADAT YANG TIDAK PUTUS-PUTUS KEPADA ALLAH SEPANJANG HARI, DENGAN TIADA PUTUS”.
Ternyata nafsu keserakan dan ketamakan, adalah pintu neraka jahanam, seperi neraka jahanam yang perutnya nggak pernah penuh dengan sebanyak apapun isi, demikian juga nafsu nggak pernah kenyang, walaupun dijejali nasi sepenuh bumi, air sepenuh lautan. Seperti digambarkan dalam hadits Nabi SAW:
 لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
"Sekiranya anak Adam memiliki harta sebanyak dua bukit, niscaya ia akan mengharapkan untuk mendapatkan bukit yang ketiga, dan tidaklah perut anak Adam itu dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah menerima taubat siapa saja yang bertaubat." (Mutafaqun ‘Alaih)

Manusia yang telah mejadi abdi hawa nafsu, abdi materi, telah menjadikan perutnya seakan perut neraka jahannam yang senantiasa lapar dan meminta tambanan isi kepada Allah SWT. Abul Hasan Ali An-Nadwi memberikan penjelasan yang sangat bagus tentang manusia perut neraka jahanam sebagaimana diterangkan dalam Surah Qoof ayat 30 di atas:
“BENAR, PERUT KELOBAAN MANUSIA SUDAH TERLALU BESAR, TIDAK DAPAT MENGENYANGKAN HARTA BENDA YANG BAGAIMANAPUN JUGA BANYAKNYA. HAMPIR SEMUA MANUSIA SEKARANG MENDERITA DAHAGA YANG TIDAK DAPAT DIHILANGKAN SEKALIPUN DNEGAN AIR SEJUK BERTON-TON BANYAKNYA. BERAPAPUN BANYAK MINUM, NAMUN TETAP DAHAGA. SEOLAH-OLAH MANUSIA MENGANDUNG (MEMBAWA) NERAKA JAHANNAM DI PERUTNYA MASING-MASING. NERAKA YANG PANAS YANG SENANTIASA MEMINTA SIRAMAN AIR. BERAPA BANYAK AIR DISIRAMKAN DITELANNYA HABIS, BAHKAN SELALU MINTA TAMBAHAN. IA SELALU BERSERU “MINTA TAMBAH”, ‘MINTA TAMBAH”.
“(dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada Jahannam: "Apakah kamu sudah penuh?" Dia Menjawab: "Masih ada tambahan?" (50:30)
Dan sayogyanyaa ibadah Puasa Romadhan ini kita jadikan sebagai pembelajaran untuk mempersempit urat nafsu yang ternyata meruapakan perut neraka jahamaan yang melekat di dalam kita, bukan malah menggandakanya.



Kamis, 02 Agustus 2012

HAKEKAT LAILATUL QODAR



Diantara kemuliaan bulan Ramadhan adalah adanya satu malam yang dikenal dengan malam LAILATUL QODAR, malam keutamaan, dimana malam itu memiliki nilai sama dengan 1000 bulan atau 83 tahun, sehingga nilai ibadah pada malam itu pahalanya sama dengan pahala seribu bulan.
Saya sering ditanya oleh para sahabat, apa sesungguhnya makna dan hakekat malam LAILATUL QODAR itu? 
Apa fadhilah Lailatul Qodar? 
Kenapa kita diperintahkan menghidupkan malam Lailatul Qodar itu?  
Bagaimana kita mendapatkan LAILATUL QODAR? 
Dan apa tanda bahwa kita itu mendapatkan Lailatul Qodar?
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Qodar:

1.      Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.
2.      dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu?
3.      malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
4.      pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
5.      malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.

Untuk memahami makna dan hakekat LAILATUL QODAR ini mari memperhatikan uraian BUYA HAMKA dalam Tafsir Al-Azhar sebagai berikut:
“Sesungguhnya telah Kami turunkan dia pada malam Kemuliaan.” (ayat 1). Artinya ialah bahwa Kami yaitu Allah Tuhan sarwa sekalian alam telah menurunkan Al-Qur’an yang mula-mula sekali kepada Nabi-Nya pada malam Kemuliaan. Lailatul-Qadr,  kita artikan malam kemuliaan, karena setengah dari arti qadr itu ialah kemuliaan. Dan boleh juga diartikan Lailatul-Qadr malam Penentuan, karena pada waktu itulah mulai ditentukan khittah atau langkah yang akan ditempuh Rasul-Nya di dalam memberi petunjuk bagi ummat manusia. Kedua arti ini boleh dipakai. Kalau dipakai arti Kemuliaan, maka mulai pada malam itulah Kemuliaan tertunggi dianugerahkan kepada Nabi SAW, karena itulah permulaan Malaikat Jibril menyatakan diri di hadapan beliau di dalam gua Hira’ sebagai yang telah kita tafsirkan pada Surat Al-‘Alaq yang telah lalu. Dan pada malam itu pulalah perikemanusiaan diberi Kemuliaan, dikeluarkan dari zhulumaat, kegelapan, kepada nur, cahaya petunjuk Allah yang gilang-gemilang. Dan jika diartikan penentuan, berartilah di malam itu dimulai menentukan garis pemisah di antara kufur dengan iman, jahiliyah dengan Islam, syirik dengan tauhid, tidak berkacau-balau lagi. Dan dengan kedua kesimpulan ini sudahlah nampak bahwa malam itu adalah malam yang istimewa dari segala malam. Malam mulai terang-benderang wahyu datang ke dunia kembali setelah terputus beberapa masa dengan habisnya tugas Nabi yang terdahulu. Dan Nabi yang kemudian ini, Muhammad SAW adalah penutup dari segala Nabi dan segala Rasul (Khatimul Anbiya’ wal mursalin).
“Dan sudahkah engkau tahu, apakah dia malam Kemuliaan itu?” (ayat 2).
Ayat yang kedua ini tersusun sebagai suatu pertanyaan Allah kepada Nabi-Nya untuk memperkokoh perhatian kepada nilai tertinggi malam itu. Dan setelah pertanyaan timbul dalam hati Nabi SAW apakah makna yang terkandung dan rahasia yang tersembunyi dalam malam itu, maka Tuhan pun menukas wahyu-Nya:
“Malam Kemuliaan itu lebih utama daripada 1000 bulan.” (ayat 3).
Dikatakan dalam ayat ketiga ini bahwa keutamaan malam Kemuliaan atau Malam Lailatul-Qadr itu sama dengan 1000 bulan, lebih daripada 80 tahun, selanjut usia seorang manusia. Lalu diterangkan pula sebabnya dalam ayat selanjutnya:
“Turun Malaikat dan Roh pada malam itu, dengan izin Tuhan mereka, membawa pokok-pokok dari tiap-tiap perintah.” (ayat 4).
Itulah sebab yang nyata dari kemuliaan malam itu. Laksana satu perutusan, atau satu delegasi, malaikat-malaikat turun ke muka bumi ini bersama-sama dengan malaikat yang di sini disebut ROH, yaitu kepala dari sekalian malaikat. Itulah Malaikat Jibril yang kadang-kadang disebut juga Ruhul-Amin dan kadang-kadang disebut juga Rahul-Quds, yang menghantarkan wahyu kepada Nabi yang telah terpilih buat menerimanya, (Mushthafa), Muhammad SAW dia dalam gua Hira’.
Nilai malam itu menjadi tinggi sekali, lebih utama dari 1000 bulan, setinggi-tinggi usia biasa yang dapat dicapai oleh manusia. Pada kali pertama dan utama itu Jibril memperlihatkan dirinya kepada Muhammad menurut keadaannya yang asli, sehingga Nabi sendiri pernah mengatakan bahwa hanya dua kali dia dapat melihat Jibril itu dalam keadaannya yang sebenarnya, yaitu pada malam Lailatul-Qadr, atau malam Nuzulul-Qur’an itu di Gua Hira’, dan kedua di Sidratul Muntaha ketika beliau mi’raj. Pada kali yang lain beliau melihat Jibril hanyalah dalam penjelmaan sebagai manusia, sebagai pernah dia menyerupakan dirinya dengan sahabat Nabi yang bernama Dahiyyah Al-Kalbi.
Di dalam Surat 44, Ad-Dukhkhan ayat 3, malam itu disebut “lailatin mubaarakatin”, malam yang diberkati Tuhan.
Amat mulialah malam itu, sebab malaikat-malaikat dan Roh dapat menyatakan dirinya dan Muhammad SAW mulai berhubungan dengan Alam Malakut, dan akan terus-meneruslah hal itu selama 23 tahun; 10 tahun di Makkah dan 13 tahun di Madinah, yaitu setelah lengkap wahyu itu diturunkan Tuhan. Di ujung ayat disebutkan bahwa kedatangan malaikat-malaikat dan Roh itu dengan izin Tuhan ialah karena akan menyampaikan pokok-pokok dari tiap-tiap perintah. Setiap perintah akan disampaikan kepada Rasul SAW, setiap itu pulalah malaikat dan Roh itu akan datang, sehingga lancarlah perhubungan di antara alam syahadah dengan Alam Ghaib.

“Sejahteralah dia sehingga terbit fajar.” (ayat 5).
Dalam ayat ini bertambah jelas bahwa malam itu adalah malam SALAAM, malam sejahtera, malam damai dalam jiwa Rasul Allah. Sebab pada malam itulah beliau diberi pengertian mengapa sejak beberapa waktu sebelum itu dia mengalami beberapa pengalaman yang ganjil. Dia merasakan mimpi yang benar, dia mendengar suara di dekat telinganya sebagai gemuruh bunyi lonceng. Mulai pada malam itu terobat hati manusia utama itu, Muhammad SAW, yang sudah sekian lama merasa diri terpencil dalam kaumnya karena perasaannya yang murni sudah sejak kecilnya tidak menyetujui menyembah berhala dan tidak pernah beliau memuja patung-patung dari batu dan kayu itu sejak kecilnya. Dan sudah sejak mudanya hati kecilnya tidak menyetujui adat-adat buruk bangsanya. Pada malam itulah terjawab segala pertanyaan dalam hati, terbuka segala rahasia yang musykil selama ini. Itulah malam damai, malam salam, sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar hari esoknya. Di waktu itu, sebab pada malam itulah “dipisahkan segala urusan yang penuh hikmah.” (Surat 44 Ad-Dukhkhan ayat 4). “Yaitu urusan yang benar dari sisi Kami; Sesungguhnya Kami adalah mengutus Rasul.” (ayat 5). “Sebagai rahmat dari Tuhanmu; Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Mendengar, lagi Mengetahui.” (ayat 6).
Dalam keterangan 3 ayat Lailatul-Qadr, ditambah 3 ayat pembuka dari Surat Ad-Dukhkhan teranglah bahwa Malam Lailatul-Qadr itu adalah malam mula turunya Al-Qur’an.
Bilakah masa Lailatul-Qadr itu?
Al-Qur’an telah menjelaskannya lagi. Di dalam Surat 2, Al-Baqarah ayat 185 jelas bahwa “Bulan Ramadhan adalah bulan yang padanyalah diturunkan Al-Qur’an, menjadi petunjuk bagi manusia, dan keterangan-keterangan dari petunjuk itu dan pemisah, di antara yang hak dengan yang batil.
Tetapi menjadi perbincangan panjang lebar pula di antara ahli-ahli Hadis dan riwayat, bilakah, malam apakah yang tepat Lailatul-Qadr itu? Sehingga di dalam kitab Al-Fathul-Bari syarah Bukhari dari Ibnu Hajar Al-Asqallani yang terkenal itu, disalinkan beliau tidak kurang dari 45 qaul tentang malam terjadinya Lailatul-Qadr, masing-masing menurut pengalaman dengan catatan Ulama-ulama yang merawikannya, sejak dari malam 1 Ramadhan sampai 29 atau malam 30 Ramadhan ada saja tersebut Ulama yang merawikannya di dalam kita tersebut. Dan semuanya pun dinukilkan pula oleh Syaukani di dalam “Nailul-Authar”nya.
Ada satu riwayat dalam Hadis Bukhari dirawikan dari Abu Said Al-Khudri bahwa tentang malam bulan Ramadhan itu diramaikan dan diisikan penuh dengan ibadat. Tetapi terdapat juga riwayat yang kuat bahwa Lailatul-Qadr itu ialah pada malam sepuluh akhir dari Ramadhan, artinya sejak malam 21. Karena sejak malam 21 itu Nabi SAW lebih memperkuat ibadatnya daripada malam-malam yang sebelumnya, sampai beliau bangunkan kaum keluarganya yang tertidur.
Abdullah bin Masud, dan Asy-Sya’bi dan Al-Hasan dan Qatadah berpendapat bahwa malam itu ialah malam 24 Ramadhan. Alasan mereka ialah karena ada Hadis dari Wastilah bahwa Al-Qur’an diturunkan pada 24 Ramadhan.
Suatu riwayat lagi dari As-Sayuthi, yang kemudian sekali dikuatkan oleh Syaikh Khudhari, Guru Besar pada Fuad I University (1922), jatuhnya ialah pada 17 Ramadhan. Orang yang berpegang pada 17 Ramadhan ini mengambil istimbath daripada ayat 41 dari Surat 8, Al-Anfal karena di sana tersebut:
“… dan apa yang Kami turunkan kepada Hamba Kami pada Pemisahan, hari bertemu dua golongan.”
“Hari bertemu dua golongan” ialah dalam peperangan Badar, pada 17 Ramadhan, sedang “Hari Pemisahan” ialah hari turunnya Al-Qur’an yang pertama, yang disebut juga malam yang diberi berkat sebagai tersebut di dalam Surat 44 Ad-Dukhkhan di atas tadi. Maka oleh karena berhadapan dua golongan di Perang Badar itu, golongan Islam dan golongan musyrikin terjadi 17 Ramadhan, mereka menguatkan bahwa Lailatul-Qadr, mulai turunnya Al-qur’an di gua Hira’, ialah 17 Ramadhan pula, meskipun jarak waktunya adalah 15 tahun.
Kita pun dapatlah memahamkan bahwa ini pun adalah hasil ijtihad, bukan suatu nash qath’i yang pasti dipegang teguh, sebab Nabi SAW menyuruh memperhebat ibadat setelah 10 yang akhir, bukan pada malam 17 Ramadhan.
Menurut keterangan Al-Hafiz Ibnu Hajar juga, di dalam Fathul-Bari, setengah Ulama berpendapat bahwa
MALAM LAILATUL-QADR YANG SEBENARNYA HANYALAH SATU KALI SAJA, YAITU KETIKA AL-QUR’AN MULAI PERTAMA TURUN ITU. ADAPUN LAILATUL-QADR YANG KITA PERINGATI DAN MEMPERBANYAK IBADAT PADA TIAP MALAM HARI BULAN RAMADHAN ITU, IALAH UNTUK MEMPERTEGUH INGATAN KITA KEPADA TURUNNYA AL-QUR’AN ITU.
Sudah terang malam itu pasti terjadi dalam bulan Ramadhan. Kita hidupkan malam itu, mengambil berkat dan sempena dan memperbanyak syukur kepada Allah karena bertetapan dengan malam itulah Al-Qur’an mulai diturunkan Allah. Berdiri mengerjakan sembahyang yang disebut qiyamul-lail atau tarawih, di seluruh malam Ramadhan ataupun menambah ramainya di malam 10 yang akhir, pastilah salah satu bertetapan dengan malam turunnya Al-Qur’an.
Bukanlah ini saja hari-hari besar yang disuruh peringati di dalam Agama Islam. Kita pun disuruh mempuasakan 10 Muharram, atau ‘Asyura karena mengenangkan beberapa kejadian pada Nabi-nabi yang terdahulu pada tanggal tersebut. Nabi SAW pun menegakkan beberapa Sunnah dalam manasik haji guna mengenangkan kejadian zaman lampau; seumpama Sa’i antara bukit Shafa dan Marwah mengenangkan betapa sulitnya Hajar mencari air untuk puteranya Ismail di lembah yang tidak bertumbuh-tumbuhan itu. Kita pun disuruh melontar Jumratul ‘Aqabah bersama kedua Jumrah lagi, memperingati perdayaan syaitan kepada Nabi Ibrahim karena akan menyembelih puteranya atas perintah Tuhan. Namun Ibrahim tetap teguh hatinya dan tidak kena oleh perdayaan itu. Maka jika kita tilik memperingati Lailatul-Qadr, atau Malam Kemuliaan, atau Malam Penentuan, dapatlah semuanya kita pertautkan jadi satu, yaitu membesarkan syi’ar Allah untuk menambah Takwa hati.
Ada juga yang mengatakan bahwa Malam Lailatul-Qadr itu dapat disaksikan dengan kejadian yang ganjil-ganjil. Misalnya air berhenti mengalir, pohon kayu runduk ke bumi dan sebagainya. Semuanya itu adalah hal-hal yang tidak dapat dipertanggung jawabkan menurut ilmu agama yang sebenarnya.
Heran dan kagumlah saya dengan orang tua saya, Syaikh Yusuf Amrullah yang wafat pada 11 Ramadhan 1392 (19 Oktober 1972), dalam usia 86 tahun, seketika saya menziarahi beliau pada 10 April 1972. Beliau menyatakan pendapatnya yang sesuai dengan pendapat Ulama yang disalinkan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar tadi, bahwa Lailatul-Qadr yang sebenarnya hanya sekali, yaitu ketika mula-mula Al-Qur’an diturunkan. Yang kita perkuat berbuat ibadat di dalam bulan puasa menunggu Lailatul-Qadr itu ialah memperingati dan memuliakan malam Al-Qur’an pertama turun itu. Kita kenangkan tiap tahun, agar kita bertambah teguh memegang segala yang dituntunkan Tuhan di dalam Al-Qur’an. Saya menjadi kagum, karena sudah lama mata beliau tidak dapat melihat kitab-kitab lagi”.

Sekali lagi tentang keutamaan Lailatul Qodar yang nilainya lebih baik dari 1000 bulan Bahtiar Sirin dalam Terjemah Qur’annya menerangkan:
Malam Jaya merupakan malam pembukaan bagi munculnya syari'at baru yang diturunkan kepada Muhammad saw.. dan sekaligus merupakan perletakan batu pertama bagi fondasi agama ini, yakni agama yang mengakhiri agama-agama yang patut dianut oleh umat-umat di segala masa dan tempat, yaitu ISLAM. Sudah barang tentu Malam Jaya itu lebih baik dari seribu bulan, oleh karena ia membawa NUR ILAHI untuk menerangi dunia kemanusiaan yang telah tenggelam dalam kegelapan kemusyrikan dan penyembahan berhala beribu tahun lamanya”.

DEPAG menjelaskan tentang fadhilah LAILATUL QODAR dalam ayat 3 sebagai berikut:  
“Pada ayat ini Allah menerangkan fadilah Lailatulkadar yang sebenarnya, karena dia adalah suatu malam yang memancarkan nur hidayah sebagai permulaan tasyri yang diturunkan untuk kebahagiaan manusia dan sebagai malam peletakan batu pertama syariat Islam, sebagai agama penghabisan bagi umat manusia, yang sesuai dengan kemaslahatan manusia sepanjang zaman. Malam tersebut lebih utama dari seribu bulan yang mereka lalui dengan bergelimang dosa, kemusyrikan dan kesesatan serta tidak berkesudahan.
Sebutan kata "seribu" dalam ayat ini bukan bermaksud untuk menentukan bilangannya akan tetapi maksudnya untuk menyatakan banyaknya yang tidak terhingga sebagaimana yang dikehendaki dengan firman Allah:
Artinya:
Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun. (Q.S. Al-Baqarah: 96)
Apakah ada malam yang lebih mulia daripada malam yang padanya dimulai turunnya nur hidayah untuk manusia setelah berabad-abad lamanya berada dalam kesesatan dan kekafiran?
Apakah ada kemuliaan yang lebih agung daripada malam di mana cahaya purnama ilmu makrifah ketuhanan menerangi jiwa Nabi SAW. yang diutus sebagai rahmat untuk manusia seluruhnya, menyampaikan berita gembira dan ancaman serta memanggil mereka ke jalan yang lurus, menjadikan mereka umat yang melepaskan manusia dari belenggu perbudakan raja-raja dan dari penindasan-penindasan penguasa yang zalim, di timur dan di barat yang mempersatukan mereka sesudah mereka berpecah-belah dan bermusuh-musuhan?.
MAKA SEYOGYANYALAH UMAT ISLAM MENJADIKAN MALAM TERSEBUT SEBAGAI HARI RAYA MEREKA KARENA MALAM TERSEBUT-TURUNNYA UNDANG-UNDANG DASAR SAMAWI YANG MENGARAHKAN MANUSIA KE ARAH YANG BERMANFAAT BAGI MEREKA, SAMBIL MEMPERBAHARUI JANJI MEREKA DENGAN TUHAN MEREKA YANG BERHUBUNGAN DENGAN JIWA DAN HARTA MEREKA SEBAGAI TANDA SYUKUR ATAS NIKMAT PEMBERIAN-NYA SERTA MENGHARAPKAN PAHALA BALASAN-NYA”.

Demikain semoga penjelasaan ini dapat memberi pencerahan untuk kita dan mendapatkan berkah turunnya LAILATUL QODAR.  Dengan berkah LAILATUL QODAR, maka Al-Qur’an menjadi RUH, CAHAYA & UNDANG-UNDANG sepanjang umur yang nilainya hampir sama dengan 83 tahun. LAILATUL QODAR = BERQUR'AN SEPANJANG HAYAT! Dapat LAILATUL QODAR nggak berqur'an?  MIMPI!!!!